BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bank merupakan badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit ataupun bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Seiring dengan perjalanan waktu sesudah
kredit direalisasikan, tidak dapat dipungkiri bank akan dihadapkan pada
permasalahan risiko yaitu risiko kredit bermasalah. Banyak
cara yang dapat dilakukan untuk meminimalisir resiko kredit. Salah satu cara
yang dapat digunakan adalah dengan melakukan analisis 5C (Character, Capacity, Capital, Condition of Economy, dan Collateral)
terhadap nasabah. Dalam berbagai referensi disebutkan faktor C yang paling
dominan dalam analisis tersebut adalah Character,
yang tentunya sangat penting untuk didalami oleh petugas bank sebelum
memberikan kredit.
Character berkaitan dengan watak calon debitur untuk memenuhi
kewajiban-kewajibannya, seperti memegang teguh janji dan bersedia melunasi
utangnya tepat waktu. Nasabah yang memiliki karakter yang baik (dengan asumsi
faktor C yang lain cateris paribus) akan berdampak positif terhadap kualitas
NPL perbankan. Dengan harapan sebagai bahan referensi terutama bagi para analis
kredit perbankan, penulis mencoba menyampaikan beberapa gambaran deskriptif
mengenai karakter calon nasabah dari segi upaya kita untuk mengidentifikasinya,
sarana apa yang kita gunakan untuk menggali bagaimana karakternya, dengan
harapan kita bisa memilih nasabah yang baik dari segi karakter.
BAB II
TINJAUAN
KEPERPUSTAKAAN
2.1.
Pengertian Resiko
Secara
umum yang dimaksudkan dengan risiko adalah sebagai bentuk peristiwa yang
mempunyai pengaruh terhadap kemampuan seseorang atau lembaga untuk mencapai
tujuannya Dalam pengertian umum di atas belum terlihat gambaran ukuran besar
atau luas dampak risiko tersebut terhadap pencapaian tujuan bank
Bank
Indonesia mendefinisikan manajemen risiko sebagai “serangkaian prosedur dan
metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan
mengendalikan risiko yang timbul dari kegiayan usaha bank” Dalam
mengaplikasikan definisi risiko tersebut dalam program manajemen risiko, maka
semua kegiatan atau usaha yang dilakukan akan melibatkan semua kegiatan yang
membutuhkan perhatian, kewaspadaan, pengetahuan yang harus dikembangkan,
pengalaman yang memadai serta kemampuan yang terus ditingkatkan Risiko
mempunyai potensi suatu peristiwa terjadi atau tidak terjadi dengan dampak /
peluang untung (upside) atau rugi (downside)
2.2. Pengertian Kredit
Menurut
Johanes (2004 : 7) kata "kredit" berasal dari bahasa Romawi "credere"
yang berarti percaya atau credo atau creditum yang berarti
saya percaya. Seseorang yang mendapatkan kredit adalah seseorang yang telah
mendapat kepercayaan dari kreditur.
Undang-undang perbankan nomor
10 tahun 1998 menyebutkan pengertian kredit, Kredit adalah penyediaan uang atau
tagihan yang dapat di persamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian
bunga, imbalan atau pembagian hasil tertentu. Kredit juga didefinisikan sebagai
penyerahan atas dasar kepercayaan sejumlah uang atau barang yang dipersamakan
dan wajib dikembalikan sesuai dengan syarat-syarat yang disepakati bersama.
Adapun menurut Hasibuan
(2007:87) mengemukakan pengertian kredit yang lebih jelas bahwa: " Kredit
adalah penyediaan uang atau tagihan yang harus dibayar kembali bersama bunganya
oleh peminjam sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati".
Selanjutnya Latumerissa (1999:45) kredit
adalah : "Penyerahan sesuatu yang mempunyai nilai ekonomis pada saat
sekarang ini atas dasar kepercayaan, sebagai pengganti sesuatu yang mempunyai
nilai ekonomis yang sepadan dihari kemudian.
Kemudian Suyatni, (2002:12)
memberikan definisi kredit sebagai berikut: Kredit dapat pula berarti bahwa
pihak kesatu memberikan prestasi baik berupa barang, uang atau jasa kepada
pihak lain, sedangkan kontra prestasi akan diterima kemudian dalam jangka waktu
tertentu".
Berdasarkan pengertian diatas
nampak bahwa suatu fungsi pokok dari kredit pada dasaraya adalah untuk
pemenuhan jasa pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat dalam rangka mendorong
dan melancarkan kegiatan usaha berbagai bidang yang semua itu untuk
meningkatkan taraf hidup rakyat dalam hal ini mempermudah mendapatkan modal
usaha.
Jadi
tujuan suatu pemberian kredit antara lain:
a. Mencari Keuntungan
Yaitu bank yang dalam
kegiatannya menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dalam
bentuk kredit kepada masyarakat bertujuan untuk memperoleh hasil dari pemberian
kredit dalam bentuk bunga yang diterima oleh bank sebagai balas jasa dan biaya
administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah yang menggunakan jasa bank
tersebut.
b. Membantu usaha nasabah
Tujuan lainnya adalah untuk
membantu usaha nasabah yang mengalami devisit anggaran (kekurangan dana), baik
dana investasi maupun dana modal kerja.
Adapun dana tersebut akan dapat mengembangkan
dan memperluas usahanya.
c.
Membantu pemerintah
Keuntungan bagi
pemerintah dengan pemberian kredit adalah:
1) Penerimaan pajak
2) Membuka kesempatan kerja
3)
Meningkatkan jumlah barang dan jasa yang beredar di masyarakat.
2.2.1.
Unsur-Unsur dan Jenis-jenis kredit
a. Unsur-unsur kredit
Adapun unsur-unsur kredit
yang terkandung dalam pemberian suatu fasilitas kredit menurut Kasmir (2008 :
98) adalah sebagai berikut :
1) Kepercayaan
Yaitu suatu keyakinan pemberian suatu kredit (bank) bahwa kredit
yang diberikan baik berupa uang atau jasa yang akan benar - benar diterima
kembali dimasa mendatang. Kepercayaan ini diberikan oleh bank kepada calon
debitur karena sebelum dana tersebut dikucurkan, sudah dilakukan penelitian dan
penyelidikan bagaimana situasi dan kondisi calon debitur sehingga dapat dinilai
apakah calon debitur tersebut dipastikan memiliki kemauan dan kemampuan
membayar kredit yang disalurkan, sehingga pada saat dana telah dikucurkan tidak
terjadi masalah yang berpengaruh baik bagi bank maupun debitur
2)
Kesepakatan
Disamping unsur kepercayaan didalam
kredit juga mengandung unsur kesepakatan, ini dituangkan dalam suatu perjanjian
dimana masing-masing pihak menandatangi hak dan kewajibannya, kesepakatan kredit
ini dituangkan dalam akad kredit yang ditandatangani oleh kedua belah pihak,
yaitu bank dan nasabah disaksikan oleh notaris.
3)
Jangka waktu
Setiap
kredit yang diberikan pasti memiliki jangka waktu tertentu. Jangka waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah
disepakati. Hampir dapat dipastikan bahwa tidak ada kredit yang tidak memiliki
jangka waktu.
4) Risiko
Adanya suatu tenggang waktu pengembalian akan
menyebabkan suatu risiko tidak tertagihnya/macet pemberian kredit. Semakin
panjang suatu kredit semakin bersar risikonya demikian pula sebaliknya. Risiko
ini menjadi tanggungan bank, baik risiko yang disengaja oleh nasabah yang lalai
maupun oleh risiko yang tidak disengaja. Misalnya terjadi bencana alam atau
bangkrutnya usaha nasabah tanpa ada unsur kesengajaan lainnya.
5) Balas Jasa
Merupakan keuntungan .atas
pemberian kredit atau jasa tersebut yang dikenal dengan nama bunga bank
konvensional. Balas jasa dalam bentuk bunga, biaya provisi, dan komisi serta
biaya administrasi, kredit ini merupakan keuntungan utama suatu bank. Sedangkan
bagi bank berdasarkan prinsip syariah balas jasanya dalam bentuk bagi hasil.
Untuk menentukan berkualitas atau
tidaknya suatu kredit perlu diberikan ukuran - ukuran tertentu. Bank Indonesia
menggolongkan kualitas kredit menurut ketentuan yang berlaku.
3. 2. Prinsip Pemberian kredit
Pemberian kredit kepada seorang calon debitur harus memenuhi persyaratan yang dikenal dengan prinsip 5C, kelima prinsip tersebut adalah
Pemberian kredit kepada seorang calon debitur harus memenuhi persyaratan yang dikenal dengan prinsip 5C, kelima prinsip tersebut adalah
3.2.1. Character
Merupakan data tentang kepribadian dari
calon pelanggan seperti sifat-sifat pribadi, kebiasaan-kebiasaannya, cara
hidup, keadaan dan latar belakang keluarga maupun hobinya. Kegunaan dari
penilaian tesebut untuk mengetahui sampai sejauh mana iktikad/kemauan calon
calon debitur untuk memenuhi kewajibannya (wiilingness
to pay) sesuai dengan janji yang telah ditetapkan.
Pemberian kredit atas dasar
kepercayaan, sedangkan yang mendasari suatu kepercayaan, yaitu adanya keyakinan
dari pihak bank bahwa calon debitur memiliki moral, watak dan sifat-sifat
pribadi yang positif dan koperatif. Disamping itu mempunyai tanggung jawab,
baik dalam kehidupan pribadi sebagai manusia, kehidupan sebagai anggota
masyarakat, maupun dalam menjalankan usahanya. Karakter merupakan faktor yang
dominan, sebab walaupun calon debitur tersebut cukup mampu untuk menyelesaikan
hutangnya, kalau tidak mempunyai itikad yang baik tentu akan membawa kesulitan
bagi bank dikemudian hari.
3.2.2. Capacity
Capacity dalam hal ini merupakan suatu penilaian kepada calon
debitur mengenai kemampuan melunasi kewajiban-kewajibannya dari kegiatan usaha
yang dilakukannya yang akan dibiayai dengan kredit dari bank. Jadi jelaslah
maksud penilaian dari terhadap capacity
ini untuk menilai sampai sejauh mana hasil usaha yang akan diperolehnya
tersebut akan mampu untuk melunasinya tepat pada waktunya sesuai dengan
perjanjian yang telah disepakati (Mulyono,1993)
Pengukuran capacity dari calon debitur dapat dilakukan melalui berbagai
pendekatan antara lain pengalaman mengelola usaha (business record) nya, sejarah perusahaan yang pernah dikelola
(pernah mengalami masa sulit apa tidak, bagaimana mengatasi kesulitan). Capacity merupakan ukuran dari ability to
pay atau kemampuan dalam membayar.
3.2.3. Capital
Capital Adalah kondisi kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan
yang dikelolanya. Hal ini bisa dilihat dari neraca, laporan rugi-laba, struktur
permodalan, ratio-ratio keuntungan yang diperoleh seperti return on equity, return on investment. Dari kondisi di atas bisa
dinilai apakah layak calon pelanggan diberi pembiayaan, dan beberapa besar
plafon pembiayaan yang layak diberikan.
3.2.4. Condition
of economy
Kredit yang diberikan juga perlu
mempertimbangkan kondisi ekonomi yang dikaitkan dengan prospek usaha calon
debitur. Ada suatu usaha yang sangat tergantung dari kondisi perekonomian, oleh
karena itu perlu mengaitkan kondisi ekonomi dengan usaha calon debitur. Permasalahan
mengenai Condition of economy erat
kaitannya dengan faktor politik, peraturan perundang-undangan negara dan
perbankan pada saat itu serta keadaan lain yang mempengaruhi pemasaran seperti
Gempa bumi, tsunami, longsor, banjir dsb.
Sebagai contoh beberapa saat yang lalu
terjadi gejolak ekonomi yang bersifat negatif dan membuat nilai tukar rupiah
menjadi sangat rendah, hal ini menyebabkan perbankan akan menolak setiap bentuk
kredit invenstasi maupun konsumtif.
3.2.5 Collateral
Collateral Adalah jaminan yang mungkin bisa disita apabila ternyata
calon debitur benar-benar tidak bisa memenuhi kewajibanny . Collateral diperhitungkan paling akhir,
artinya bilamana masih ada suatu kesangsian dalam pertimbangan-pertimbangan
yang lain, maka bisa menilai harta yang mungkin bisa dijadikan jaminan.
Pada hakikatnya bentuk collateral tidak hanya berbentuk
kebendaan bisa juga collateral tidak
berwujud, seperti jaminan pribadi (bortogch),
letter of guarantee, rekomendasi.
Penilaian terhadap collateral ini dapat ditinjau dari 2 (dua) segi yaitu :
a. Segi ekonomis
yaitu nilai ekonomis dari barang-barang yang akan digunakan.
b. Segi yuridis
apakah agunan tersebut memenuhi syarat-syarat yuridis untuk dipakai sebagai
agunan.
3.3. Character
Merupakan Faktor Penting Dalam
Pemberian Kredit Character menjadi
hal yang sangat penting karena hal ini menyangkut aspek kepribadian, sifat atau
watak serta kejujuran dari calon debitur. Pihak bank harus mengetahui tentang
character calon debitur, karenanya perlu ketelitian dan kehati-hatian dalam
memutuskan pemberian kredit. Character calon debitur dapat dilihat
dari 2 (dua ) aspek yakni :
a. Aspek
internal
Mengenai aspek internal ini meliputi
hal-hal yang langsung berkaitan dengan diri calon debitur seperti faktor
keturunan keluarga calon debitur, latar belakang pendidikan, daftar riwayat
hidup calon debitur. Contoh: A merupakan calon debitur yang berasal dari
keturunan suku Batak cenderung akan memiliki karakter/watak yang keras,
emosional dan tempramen.
b. Aspek
Eksternal
Umumnya aspek eksternal adalah hal-hal
yang muncul dari luar diri calon debitur dan bisa mempengaruhi perubahan sifat
dan character calon debitur. Adapun aspek eksternal antara lain faktor
lingkungan baik itu lingkungan kehidupan sosial, lingkungan pekerjaan maupun
lingkungan pergaulan. Sebagai contoh : A adalah seorang pria dewasa yang telah
menikah dan memiliki 2 orang anak. A seorang yang aktif dalam kegiatan
beragama. Maka indikasi awal yang dapat dilihat adalah bahwa A orang yang
sholeh dan dapat dipercaya.
Adapun tujuan pemilihan character dalam
memberikan kredit adalah untuk meminimalisir terjadinya resiko kredit yang
kemungkinan akan muncul pada saat kredit sedang berjalan. Hal ini dapat dilihat
dari contoh apabila seorang debitur dengan usaha yang lancar dan memiliki
kemampuan untuk membayar, namun tidak memiliki itikad yang baik maka akan
menimbulkan permasalahan bagi pihak bank di kemudian hari seperti timbulnya
kredit bermasalah.
Manfaat dari penilaian character untuk
mengetahui sejauh mana tingkat kejujuran dan integritas serta tekad baik yaitu
kemauan untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya calon debitur. Oleh karena itu
pemilihan character yang baik dan tepat merupakan salah satu indikasi untuk
menentukan baik tidaknya kredit tersebut kelak.
3.3.1. Sarana
Yang Digunakan Untuk Menilai Character
Calon Debitur
Sarana merupakan alat yang dapat
digunakan untuk memperoleh gambaran tentang character calon debitur yang dapat
ditempuh dengan cara sebagai berikut:
a. Wawancara
Wawancara adalah suatu proses untuk
memperoleh informasi /data melalui percakapan langsung sengan seseorang atau
lebih untuk tujuan tertentu. Adapun
struktur wawancara meliputi:
1.
Merumuskan masalah apa yang akan
diwawancarakan
2.
Persiapan fisik, persiapan data/
tentang masalah pokok yang akan ditanyakan dalam wawancara, siapa yang akan
diwawancarai, tempat wawancara, dalam wawancara kita perhatikan adat kebiasaan
setempat, ketepatan waktu. Penampilan
pewawancara harus sopan, ramah.
3.
Pelaksaan wawancara, dalam hal ini ada
beberapa hal yang kita perhatikan meliputi harus tepat waktu, lama wawancara,
pertanyaan-pertanyaan wawancara harus relevan, tidak menyimpang dari tujuan.
Wawacara sebaiknya dilakukan dengan cara
yang santai dan tidak terlalu kaku (informal) hal ini ditujukan agar calon
debitur menjadi nyaman dengan begitu maka jawaban yang diberikan adalah yang
sebenarnya. Untuk mendapat jawaban yang sebenarnya dari calon debitur maka
petugas bank harus memberikan pertanyaan yang bersifat terbuka dengan tujuan
agar calon debitur dapat memberikan jawaban yang diinginkan oleh petugas bank.
Berikut adalah
contoh dari pertanyan terbuka yang bisa diajukan kepada calon debitur antara
lain :
·
Bagaimana
cara bapak/ibu mengelola usaha yang ada selama ini
·
Tujuan pertanyaan ini adalah agar
petugas bank mendapat informasi lebih lanjut mengenai perkembangan usaha calon
debitur apakah lancar atau tidak; mendapat untung atau tidak, tentang strategi
pemasaran debitur, omset penjualan calon debitur, darimana di dapat barang
dagangan, dsb.
·
Berapa
biaya kehidupan sehari-hari
·
Tujuan pertanyaan ini adalah untuk
mengetahui berapa jumlah anak,apakah ada usaha lain selain dagang,berapa anak
yang sekolah,berapa biaya yang dicadangkan untuk biaya tak terduga.
Dengan
melakukan wawancara maka kita dapat dengan mudah mengetahui character calon debitur
yang diproyeksikan dari :
1. Ketulusan
Dari hasil wawancara dapat kita lihat
apakah orang tersebut tulus dan benar dalam menjawab setiap pertanyaan yang
diberikan petugas bank. Hal tersebut terlihat dari jawaban calon debitur tidak
mengada-ngada, tidak pura-pura, tidak mencari-cari alasan atau memutar balikkan
fakta.
2. Kerendahan
hati
Kerendahan hati terlihat dari calon
debitur memberikan penjelasan yang sebenarnya tentang tujuan penggunaan kredit.
3. Keterbukaan
Calon debitur akan terus terang
membicarakan apa yang menjadi kebutuhan dan keterbatasannya dalam menjalankan
usaha.
4.
Bertanggungjawab
Rasa tanggungjawab akan tercermin dari
sikap bagaimana calon debitur menjawab pertanyaan apabila dikemudian hari terjadi
tunggakan kredit.
5. Empati
Calon debitur turut merasakan apa yang
petugas bank rasakan jika berkaitan dengan pengembalian kredit. Seorang
pewawancara juga harus mempunyai pengetahuan luas dan keterampilan meliputi
aspek hukum, aspek manajemen, aspek pemasaran, aspek teknis, aspek produksi,
aspek keuangan, aspek jaminan, keterampilan pengumpulan data, teknik memproses
dan menganalisa data .
3.3.2. Teknik
Mengungkapkan Data.
a. Melakukan check on the spot
Tahap selanjutnya yang dilakukan adalah meninjau langsung ke
lokasi (check on the spot). Dimana lokasi tempat tinggal calon
debitur, maupun lokasi usaha dan lokasi agunan. Hal ini dilakukan untuk melihat
kebenaran dari apa yang dikatakan oleh calon debitur pada saat wawancara
sebelumnya. Untuk agunan diperlukan COS agar terdapat kesesuaian antara surat
yang diagunkan dengan fisik agunan.
b. Melakukan BI Checking
BI checking dilakukan untuk melihat
reputasi pinjaman calon debitur yang pernah ada apakah dalam keadaan lancar
atau bermasalah. BI checking dapat dilihat dari 2 (dua) segi yakni :
1. Internal
Yakni dengan melihat data pinjaman
nasabah dari menu PAPI atau menanyakan langsung ke cabang/capem yang terdekat
dengan lokasi domisili atau lokasi usaha calon debitur.
2. Eksternal
Untuk melihat reputasi pinjaman calon
debitur dari segi eksternal maka diperlukan data SID (Sistem Informasi debitur)
yang didapat dari Bank Indonesia.
d. Melihat dari
status dan riwayat hidup
Ini dilihat apakah calon debitur
memiliki istri lebih dari satu, sudah menikah atau belum menikah, janda atau duda,
latar belakang pekerjaan,.
e. Checking in
club
Dapat dilakukan dengan menanyakan
character calon debitur kepada perkumpulan yang dinaungi seperti perwiritan,
komunitas sosial, kelompok pergerejaan dll.
f. Pengecekan
DHN (daftar hitam nasional)
Lakukan cross check dengan bank pemberi
kredit bagaimanakah track record calon debitur.
g. Lakukan juga
pengecekan dengan supplier.
Bagaimanakah
ketepatan pembayaran calon debitur, apakah tepat waktu atau sering terlambat.
h. Mempelajari
character masyarakat setempat
Arena adat di tiap daerah sangat
berbeda, apakah calon debitur masuk kedalam daftar masyarakat yang “disegani”
didaerah itu? Kenapa disegani? Apakah karena mempunyai nama baik yang besar
atau sebaliknya mempunyai reputasi yang buruk
i. Mengetahui lebih lanjut mengenai profesi
calon debitur
Profesi calon debitur tersebut adalah
termasuk dalam “profesi yang dihindari” dalam pemberian kredit?
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan
- Karakter merupakan salah satu faktor utama dalam pemberian kredit dengan asumsi faktor C yang lain cateris paribus. Dari faktor karakter dapat kita dapat gambaran calon debitur yang memiliki kemauan (willingness) untuk membayar kewajiban-kewajibannya kepada bank.
- Beberapa sarana yang dapat digunakan untuk mengenali karakter seseorang antara lain : wawancara, check on the spot, BI checking, melihat status daftar riwayat hidup, cheking in club, pengecekan DHN (daftar hitam nasional), pengecekan ke supplier, mempelajari karakter setempat calon nasabah berada, dan lain-lain.
- Wawancara harus kita lakukan sebaik dan seefisien mungkin dengan tujuan untuk mendapatkan informasi berkualitas tentang calon debitur.
3.2.
Saran
- Pada saat mewawancara calon debitur ada baiknya kita menggali nasabah dengan pertanyaan-pertanyaan terbuka dan jangan terlalu kaku.
- Bila wawancara sudah selesai, ada baiknya kita utarakan kesimpulannya sebagai konfirmasi ulang atas apa yang dinyatakan dan apa yang kita simpulkan.
- Dalam pemberian kredit kepada calon debitur sebaiknya kita mencaritahu tentang reputasi kepribadian nasabah maupun reputasi usahanya.
- Dalam pemberian kredit, seorang petugas bank harus tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian, karena tanggung jawab seorang petugas bank adalah mulai dari awal permohonan kredit hingga kredit tersebut lunas
- Know Your Customer bisa kita lakukan untuk menggali karakter calon nasabah kita.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Faisal,2005, Manajemen Perbankan , Edisi Revisi,
Universitas Muhamamadiyah Malang, Malang.
Djohan, Warman, 2000. Kredit Bank,PT. Mutiara Sumber Widya,
Jakarta
Kasmir, 2002, Manajemen Perbankan, PT. Raja Grafindo, Jakarta
Muljono, P.Teguh, Manajemen Perkreditan Bagi Bank Komersil, Edisi 3,
BPFE Yogyakarta.
BPFE Yogyakarta.
Supramono, SH, 1997, Perbankan dan Masalah Kredit, Penerbit
Djambatan, Jakarta
Sutojo, Siswanto, 1997, Manajemen Terapan Bank, Pustaka Binaman
Presindo, Jakarta
Undang-Undang Republik Indonesia No 10 Tahun 1998, Tentang Perbankan.
Undang-Undang Republik Indonesia No 10 Tahun 1998, Tentang Perbankan.
http://www. bank sumut.com
http://www.bi.go.id